FPI: AGENT OF CHANGE ABAD 21

Posted by LoadinG Tuesday, October 16, 2018
Views:
0 comments

FPI: AGENT OF CHANGE ABAD 21


Front Pembela Islam.

Kita boleh tak bersetuju, tapi FPI telah membuktikan diri. Mengubah peta politik umat Islam lebih dari apa yang seharusnya dilakukan parpol berbasis Islam . Bahkan ormas besar sekelas Muhammadiyah, dan NU, atau parpol berbasis Islam semisal PKB, PPP, PAN, PKS, PBB hanyalah Makmum.

Dengan tidak bermaksud berbesar kepala, FPI mewarisi ruh pergerakan Pan Islamisme yang digagas Syaikh Afghan paruh pertama abad 20. FPI telah menjelma menjadi kiblat politik umat Islam Indonesia, terbukti secara simbolik gambar Imam Besar Habib Rizieq Syihab lebih  besar dibanding ketua parpol atau capres sekalipun. Ijtima ulama 1 dan 2 telah menabalkan bahwa HRS adalah sang Imam itu.

FPI tak sehebat Muhammadiyah yang sukses membangun ribuan amal usaha apalagi dibanding NU yang punya ribuan pesantren dan massa jutaan yang tersebar di berbagai lapis.

FPI hanya punya semangat keberanian merubah status quo, disaat yang lain terlena dengan menyandang organisasi modern atau bangga dengan status pengemban aswaja. FPI bergeming dengan daya dobrak kemapanan. Ternyata untuk menjadi agent of chance tak butuh banyak profesor atau ulama atau universitas atau pesantren tapi keberanian berubah dan FPI melakukannya.

Saat pertama kali menggagas perubahan, Kyai Dahlan juga tak punya apa-apa. Hanya modal keberanian dan berpikir cerdas. Pikiran-pikiran Kyai Dahlan adalah antitesis terhadap tradisi dan kelaziman umat Islam saat itu, Kyai Dahlan mengambil jalan berbeda bahkan melawan arus. Pun dengan Hudratusy Syaikh Hasyim Asy'ary yang dengan gigih berhasil mengangkat kembali ghirah para ulama yang mulai luntur.

Muhammadiyah sudah mulai menua, tambun dan ribet dengan birokrasi yang diciptakan sendiri. Sedang NU tak mampu menjinakkan syahwat ego sektariannya. Kedua ormas yang pernah menjadi pembaharu itu sudah mulai lapuk dimakan usia. Stagnan dan tak lagi mampu menawar pikiran segar sebagaimana Kyai Dahlan atau Kyai Hasyim di awal pergerakan.

Muhammadiyah juga sibuk dengan amal usaha nya yang terus melambung tapi miskin pikiran baru. Sementara NU hanya berjalan di tempat sambil terus bangga dengan jumlah mayoritas. Pada kedua ormas ini tak ada lagi generasi pejuang, yang tumbuh dan tinggal adalah generasi penikmat. Maka jangan harap ada pikiran-pikiran kejuangan.

MUHAMADIYAH dan NU telah berjasa besar pada masanya sesuai ruang dan kondisi dimana tinggal. Rekonstruksi pembaharuan ala MUHAMADIYAH dan NU telah menginspirasi banyak kalangan pergerakan Islam saat itu. Sejarah berulang dan dipergilirkan. Dan ada saatnya perubahan harus diserahkan kepada yang lebih kompatibel.

FPI mengisi ruang kosong itu. Sebagaimana pendahulunya, Muhammadiyah dan NU, FPI juga telah dengan sangat lincah bergerak dengan pikiran-pikiran besar terbarukan terutama pada aspek politik, mobilisasi massa dan opini publik. Ruang yang luput dari perhatian.

Dengan tidak bermaksud menafikkan salah satunya tapi setiap pergerakan Islam selalu hadir dengan Imam-nya dan tak perlu cemburu jika Imam pergerakan Islam abad 21 ini di pergilirkan kepada Imam Besar Habib Rizieq Syihab. Semoga membawa banyak maslahat bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Semua fana yang abadi adalah perubahan ...
Wallahu taala a'lam ..

Oleh: Nurbani Yusuf
Read More..

Soekiman Wirjosandjojo, Orang Pertama Kali Mencetuskan THR Lebaran

Posted by LoadinG Friday, June 1, 2018
Views:
0 comments


Habis Ramadan terbitlah hari lebaran. Selain disebut sebagai hari kemenangan, yang paling ditunggu oleh orang-orang tentunya THR alias Tunjangan Hari Raya. THR sudah menjadi kultural tersendiri yang pastinya selalu ada menjelang musim lebaran.
Tapi, tahukah kamu sejarah mengenai THR itu sendiri, pencetus atau yang pertama kali memberi inisiatif mungkin? Nah, ternyata THR yang menjadi sumber kebahagiaan itu bukan muncul dengan sendirinya loh, tetapi atas usulan seorang tokoh pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Adalah Soekiman Wirjosandjojo, seorang politikus yang berasal dari partai Masyumi sekaligus Mendagri yang menelurkan ide tentang tunjangan kesejahteraan ini pada tahun 1952. Tepat pada era Kabinet Soekiman Wirjosandjojo, THR ini awalnya hanya diberikan kepada para pamong pradja – sekarang dikenal dengan PNS. Pemberian ini ditujukan sebagai usaha mengambil hati mereka agar mendukung kabinet yang sedang berjalan.
Selain untuk menarik hati para aparatur negara, THR ini diharapkan agar mereka merasa bahwa pemerintah sudah memberikan pelayanan terbaik daripada kabinet sebelumnya, yaitu Kabinet Moh. Natsir. Ketika pertama kali diberikan, jumlahnya Rp125-200 (sekarang setara dengan Rp1,2-2 juta). Tak hanya sebatas itu, pemerintah juga memberikan tunjangan lain berupa bahan pokok seperti beras.
Namun, hal tersebut tampaknya membuat para buruh cemburu. Bagaimana tidak, mereka yang juga sudah bekerja keras untuk perusahaan swasta negara tidak mendapat perhatian yang sama dari pemerintah. Demo serta aksi mogok kerja yang ketika itu pernah terjadi ternyata membuat THR langgeng hingga kini dan diberlakukan untuk semua pekerja.
Pada tahun 1994, pemerintah baru menuangkan peraturan secara resmi mengenai tunjangan ini. Pada kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tersebut dijelaskan bahwa pegawai yang sudah bekerja lebih dari 3 bulan wajib mendapatkan tunjangan. THR yang diterima juga disesuaikan dengan lamanya masa kerja, sedangkan untuk pekerja yang sudah satu tahun mengabdi mendapat THR sebesar 1 bulan gaji kerja.
Pada tahun 2016, peraturan ini mengalami revisi ulang. Pekerja yang sudah bekerja selama satu bulan sudah layak mendapat THR. Hal tersebut tak hanya berlaku bagi karyawan tetap saja, tetapi juga pekerja kontrak. Dari sana, THR terus hidup dan menjadi kado tersendiri bagi para pekerja menjelang hari lebaran tiba.
Begitulah awal terciptanya kata THR, kita seharusnya berterimakasih kepada sosok ini, berkat idenya kita ikut merasakan kebahagiaan. Semoga bukan hanya jumlah THR-nya saja yang ditunggu tetapi sosok pencetusnya juga tak dilupakan. 

Read More..

5 The Great War in the History of Islam

Posted by LoadinG Tuesday, September 22, 2015
Views:
0 comments
In the history of Islam , the Prophet had several times engaged and dropped onto the battlefield for the sake of fighting the infidels who are trying to destroy the Muslims . This makes some people today often assume that the prophet is someone who really love to use violent means in order launch mission.

Plus the rampant acts of terrorism committed by a handful of people who claim to be Muslims and jihad on behalf of the truth they are the ones who damaged the image of Islam in the eyes of the world .


Because the real Islam is taught peace. Jihad at the time of the Prophet done on the grounds because they (the disbelievers) always try to fight the Muslims.

there are 5 major war ever experienced by Muslims. Among others are:

1. Badr

Badr was the first major battle between the Muslims against their enemies. At that time, the Muslims numbering 313 people were fighting face Quraish of Mecca totaling 1,000 people.

This war occurred on 17 March 624 M or 17 Ramadhan 2 H. After fighting it out for about two hours, destroying Muslim forces defense Quraish who then retreated into chaos.

For the early Muslims, this battle is meaningful because it is the first evidence that they are actually likely to defeat their enemies in Mecca. Mecca when it is one of the richest and most powerful city in the Arabian Peninsula at the time of ignorance.

The victory of the Muslims also demonstrate to other Arab tribes that a new power has risen in Arabia, and strengthening the authority of Muhammad as leader of various segments of society Medina who previously often conflicting.

Various Arab tribes converted to Islam and build alliances with Muslims in Medina; thus, the expansion of Islam began.

2. Uhud

Uhud battle is a battle that broke out between the Muslims and the Quraish on March 22, 625 AD (7 Shawwal 3 H). This battle took place less than a year over a week after the Battle of Badr.

The Islamic Army numbered 700 while the kafir forces numbered 3,000. Islamic army led by the prophet while infidel army led by Abu Sufyan.

Called Battle of Uhud because it occurred near Uhud located 4 miles from the Prophet's Mosque and has an altitude of 1000 feet above the ground with a length of 5 miles.

At that time, Muslims almost defeat because of undisciplined troops who were on the hill tempted by the spoils of war so that they leave their post pioneered by Abdullah bin Ubay.

This is used by soldiers for repelling infidel Muslims. However, God gives His aid against the Muslims. So that the Muslims victory.


3. War Mu'tah

Mu'tah battle is a war between the Muslims against the army of the Roman Empire. This war occurred in 629 M or 5 Jumadil Beginning 8 Hijri near the village named Mu'tah, east of the River Jordan and Al Karak.

Mu'tah war is preliminary and opening the way to conquer Christian lands. Triggers Mu'tah war is murder messenger Prophet called al-Harith bin Umair ordered sent a letter to the leader Bashra.

Al-Harith was intercepted by Syurahbil bin Amr, a governor Balqa region in Syria, was arrested and beheaded his neck. For this war, the Prophet prepare army of three thousand soldiers. This is the largest Islamic forces at that time.

They move toward the north and the rest in Mu'an. That's when they obtain information that Heraclius had been in one part Balqa region with a force of about one hundred thousand Roman soldiers.

They even got help from troops Lakhm, Judzam, Balqin and Bahra approximately one hundred thousand soldiers. So the total force they were two hundred thousand soldiers.

4. Battle of the Trench

Trench warfare occurred in the month of Shawwal Hijri or 5 years in 627 AD, the siege of Medina was pioneered by the joint forces between the Quraish Mecca and Jews descendants of Nadir (al-Ahzaab). The siege of Medina began on March 31, 627 H and ends after 27 days.

Twenty leaders of the Jewish descendants of Nadir came to Makkah to perform the provocation that the infidels will unite to crush the Muslims. Jewish leaders also came to the sons of Bani Nadir Ghatafan and invites them to do what they call upon the people of Quraish.

Next they went to the Arab tribes around Mecca to do the same. All the group finally agreed to join and kill the Muslims in Medina until the roots.

The overall number of troops Ahzab (allies) is about ten thousand soldiers. The number was mentioned in the book sirah is more than the number of people who live in Medina as a whole, including women, children, youth and the elderly.

Facing this enormous force, over the idea of ​​Salman al-Farisi, the Muslims used the strategy trenches dug to prevent an enemy troops to the Medina area.



4. Battle of the Trench (Khandaq)

Trench warfare occurred in the month of Shawwal Hijri or 5 years in 627 AD, the siege of Medina was pioneered by the joint forces between the Quraish Mecca and Jews descendants of Nadir (al-Ahzaab). The siege of Medina began on March 31, 627 H and ends after 27 days.

Twenty leaders of the Jewish descendants of Nadir came to Makkah to perform the provocation that the infidels will unite to crush the Muslims. Jewish leaders also came to the sons of Bani Nadir Ghatafan and invites them to do what they call upon the people of Quraish.

Next they went to the Arab tribes around Mecca to do the same. All the group finally agreed to join and kill the Muslims in Medina until the roots.

The overall number of troops Ahzab (allies) is about ten thousand soldiers. The number was mentioned in the book sirah is more than the number of people who live in Medina as a whole, including women, children, youth and the elderly.

Facing this enormous force, over the idea of ​​Salman al-Farisi, the Muslims used the strategy trenches dug to prevent an enemy troops to the Medina area.


5. The battle of Tabuk

Tabuk war or expedition also Tabuk, was expedition leader Muhammad Muslims in 630 AD or 9 H, Tabuk, which is now located in the northwest of Saudi Arabia.

Roman has the greatest military power at the time. Tabuk war is the continuation of war Mu'tah. Muslims hear the massive preparations undertaken by the Roman army and the king of Ghassan.

Information about the number of troops are gathered around forty thousand personnel. The situation is critical, because of the dry atmosphere. Muslims was in the midst of difficulties and food shortages.

To protect the Muslims in Medina, Muhammad decided to take preventive action, and prepare troops. This is made difficult by the existence of famine in the land of the Arab and Muslim people lack cash.

However, Muhammad succeeded in raising an army of 30,000 people, the largest number of troops ever owned by Muslims.

Having arrived at Tabuk, Muslims do not find the Byzantine forces or allies. According to Muslim sources, they withdrew to the north after hearing Muhammad's arrival forces.

However, no non-Muslim sources confirm this. Muslim forces were in Tabuk for 10 days. This expedition Muhammad used to mengunjungikabilah-tribes that exist around Tabuk.

As a result, many Arab tribes that since it no longer comply with the Byzantine Empire, and sided with Muhammad and the Muslims.

Muhammad also managed to collect taxes from the tribes. When about to return from Tabuk, Muhammad was visited by a group of Christian pastors in the Valley Sinai.

Muhammad discussing with them, and going on an agreement similar to the Medina Charter for the Jews. It embodies the peace between Muslims and Christians in the area.

Muhammad finally returned to Me
Read More..

Andaikan Aku Bisa Memberi Lebih Banyak Lagi

Posted by LoadinG Thursday, May 29, 2014
Views:
0 comments

Seperti yang telah biasa dilakukan ketika salah satu sahabatnya meninggal dunia, maka Rasulullah SAW mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Dan pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah itu.

Kemudian Rasulullah SAW bertanya, “Tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum wafatnya?”. Istrinya almarhum menjawab, “Saya mendengar dia mengatakan sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal”. “Apa yang dikatakannya?”. “Saya tidak tahu, ya Rasulullah SAW, apakah ucapannya itu sekedar rintihan sebelum mati, ataukah rintihan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong.” “Bagaimana bunyinya?” desak Rasulullah SAW. Istri yang setia itu menjawab, “Suami saya mengatakan “Andaikata lebih jauh lagi…andaikata yang masih baru…..andaikata semuanya….” hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar, ataukah pesan-pesan yang tidak selesai?” Rasulullah SAW tersenyum “sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak keliru”.

Kisahnya begini. Pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun. Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan pahala amal sholehnya itu, lalu iapun berkata “Andaikan lebih jauh lagi”. Maksudnya, andaikata jalan ke masjid itu lebih jauh lagi, pasti pahalanya lebih besar pula.

“Ucapan lainnya ya Rasulullah SAW?” tanya sang istri mulai tertarik. Nabi menjawab, “Adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepada lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, “Andaikata yang masih baru kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi”. Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.

“Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rasulullah SAW?” tanya sang istri makin ingin tahu. Dengan sabar Nabi menjelaskan, “Ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan menghembuskan nafasnya, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata ‘kalau aku tahu begini hasilnya, musafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda.

Begitulah keadilan Tuhan. Pada hakekatnya, apabila kita berbuat baik, sebetulnya kita juga yang beruntung, bukan orang lain. Lantaran segala tindak-tanduk kita tidak lepas dari penilaian Allah. Sama halnya jika kita berbuat buruk. Akibatnya juga menimpa kita sendiri. “Kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula.” (QS.Al Isra’: 7)

Read More..

Malaikat Menunaikan Haji Untukmu

Posted by LoadinG
Views:
0 comments

Seorang Tabi’in yang bernama Abdullah bin Mubarak berkata:

Aku adalah seorang yang sangat suka menunaikan ibadah haji. Bahkan setiap tahun aku selalu berhaji. Pernah pada suatu hari, seperti biasanya setiap aku akan menunaikan ibadah haji, aku mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan keberangkatanku. Aku pergi ke pasar unta dengan membawa lima ratus dinar untuk membeli seekor unta untuk perjalanan hajiku. Ternyata uangku tidak cukup untuk membeli seekor unta. Maka aku pulang kembali ke rumah. Namun di tengah perjalanan, aku melihat seorang wanita sedang berdiri di tempat sampah. Dia mengambil bangkai seekor ayam dan membersihkan bulu-bulunya, tanpa menyadari kehadiranku di dekatnya.

Aku menghampirinya dan berkata kepadanya, “Mengapa engkau melakukan ini, wahai hamba Allah?” Wanita itu menjawab, “Tinggalkan aku, dan urus saja urusanmu sendiri!”

Aku berkata, “Demi Allah, beritahukan kepadaku keadaanmu yang sebenarnya!” Wanita itu berkata, “Baiklah, akan kukatakan keadaanku yang sebenarnya karena engkau telah memaksaku dengan bersumpah atas nama Allah. Ketahuilah! Sesungguhnya aku adalah wanita Alawiyyah (keturunan nabi SAW). Aku mempunyai tiga orang anak kecil dan suamiku telah meninggal dunia. Sudah tiga hari ini, aku dan anak-anakku belum makan apa-apa. Aku sudah mencari sesuap nasi kemana-mana demi tiga orang anakku, namun aku tidak menemukannya selain bangkai ayam ini. Maka aku akan memasak bangkai ini karena ia halal untuk aku dan anak-anakku (darurat).”

Ketika aku mendengar apa yang dikatakan wanita itu, sungguh bulu kudukku langsung berdiri tegak, hatiku terasa tersayat-sayat oleh derita mereka. Aku berkata dalam hati, “Wahai Ibnu Mubarak, haji mana yang lebih mulia daripada menolong wanita ini?” Kemudian aku berkata kepada wanita itu, “Wahai wanita Alawiyyah, sesungguhnya bangkai ayam ini telah diharamkan untukmu. Bukalah bungkusanmu, aku ingin memberimu dengan sedikit pemberian. ” Lalu wanita itu mengeluarkan sebuah bungkusan dan aku pun menumpahkan semua uang dinarku ke dalam bungkusan itu.

Wanita itu langsung berdiri tergesa-gesa karena bahagia dan dia mendoakan kebaikan untukku. Kemudian aku pulang ke rumah, sementara keinginanku untuk pergi haji sudah pupus. Lalu aku menyibukkan diri dengan banyak istighfar dan beribadah kepada Allah. Rombongan haji pun mulai berangkat ke Baitullah.

Ketika jamaah haji telah pulang dari Mekkah, aku keluar rumah untuk menyambut mereka. Aku menyalami mereka satu-persatu. Tetapi anehnya, setiap kali aku menyalami salah seorang dari mereka, dia selalu mengatakan, “Wahai Ibnu Mubarak, bukankah engkau melaksanakan haji bersama kami? Bukankah aku melihat kamu di tempat anu dan anu?”

Aku pun terheran-heran mendengar perkataan mereka itu. Kemudian setelah pulang ke rumah dan aku tidur malam harinya, aku bermimpi melihat Rasulullah SAW. Beliau bersabda kepadaku, “Wahai Ibnu Mubarak, engkau telah memberikan uang dinarmu kepada salah seorang keturunanku. Engkau telah melapangkan kesusahannya dan engkau telah memperbaiki kondisinya dan anak-anaknya. Maka Allah telah mengutus malaikat dalam rupamu. Malaikat itu menunaikan haji untukmu setiap tahun. Dan pahala untukmu akan mengalir terus hingga hari kiamat.” Aku pun terbangun dari tidurku. Aku bersyukur dan memuji kepada Allah atas segala karunia-Nya kepadaku.

Read More..

Pidato Rasulullah Menjelang Ramadhan

Posted by LoadinG
Views:
0 comments

Di akhir bulan Sya’ban Rasulullah pernah menyampaikan pidato pengarahan tentang pentingnya berderma dan mempedulikan fakir dan miskin.

“Siapa yang bersedekah makanan untuk berbuka bagi mereka yang berpuasa di bulan Ramadhan maka sedekahnya merupakan ampunan baginya dari dosa-dosanya. Orang itu akan dilepaskan dari azab neraka. Ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun.”

Kaum fakir dan miskin yang menyimak kalimat itu terenyuh. Gairah mereka untuk melaksanakan anjuran tersebut sangat tinggi. Meskipun, mereka sebetulnya ragu dengan kemampuan mereka bersedekah.

Salah seorang dari kaum duafa itu pun memberanikan diri untuk bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak semua orang dari kami mampu bersedekah semacam itu. Banyak di antara kami ingin menunaikannya. Tapi kami tidak punya apa-apa.”

Dengan bijak, Nabi mengingatkan bahwa sedekah bersifat tak memaksa. Pemberian dilaksanakan menurut batas kemampuan. “Allah akan memberi pahala demikian itu kepada orang yang bersedekah degan sebutir kurma atau seteguk susu. Itulah Ramadhan yang periode awalnya adalah rahmat, pertengahannya adalah maghfirah (pengampunan), dan terakhirnya adalah pembebasan manusia dari azab neraka.”

Rasulullah melanjutkan pesan pidatonya ke arah keutamaan majikan meringankan beban pekerjaan bawahannya. Upaya ini ditujukan agar para pekerja dapat lebih fokus dalam menjalankan ibadah puasa.

“Siapa yang meringankan beban pekerjaan bagi pembantu rumah tangga, para pegawai, dan karyawannya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan menyelamatkannya dari ancaman api neraka,” sabdanya.

Di ujung pidatonya Rasulullah bersabda, “Siapa yang bersedekah meskipun hanya sekadar memberikan seteguk air bagi mereka yang berpuasa maka Allah akan memberikan minuman baginya di akhirat dari telagaku. Suatu minuman yang menjadikan orang yang meneguknya tidak merasa haus selama-lamanya, hingga ia masuk surga.”

Read More..

Keistimewaan Ilmu

Posted by LoadinG
Views:
0 comments

Pernah Rasulullah SAW bersabda, “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya.” Pernyataan Rasulullah ini menimbulkan perasaan dengki kaum khawarij kepada Ali bin Abi Thalib. Sepuluh orang dari mereka kemudian berencana menguji Ali dengan sebuah pertanyaan yang sama. Jika Ali bisa menjawab pertanyaan itu dengan jawaban yang berbeda-beda, baru mereka akan percaya pada hadits nabi SAW di atas. Lalu masing-masing dari mereka menemui Ali dan mengajukan pertanyaan, “Wahai Ali, lebih istimewa mana antara ilmu dan harta?”

Dengan tenang namun tangkas, Ali bin Abi Thalib menjawab kesepuluh pertanyaan itu dengan jawaban yang berbeda beda disertai dengan alasannya:

“Pertama, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab ilmu adalah warisan para nabi, sedangkan harta adalah warisan Qarun, Haman dan Fir’aun.

Kedua, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab ilmu selalu menjagamu, sedangkan harta, engkaulah yang harus menjaganya.

Ketiga, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab orang berilmu akan memiliki banyak kawan, sedang orang kaya banyak musuhnya.

Keempat, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab ilmu bila dibagikan akan bertambah, sedangkan harta bila dibagikan akan berkurang.

Kelima, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab orang berilmu dipanggil dengan sebutan mulia, sedang orang berharta dipanggil dengan sebutan hina.

Keenam, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab ilmu tidak perlu dijaga, sedang harta minta dijaga.

Ketujuh, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab orang berilmu di hari kiamat dapat memberi syafa’at, sedangkan orang berharta di hari kiamat akan dihisab dengan sangat berat.

Kedelapan, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab ilmu jika dibiarkan tidak akan pernah rusak, sedang harta jika dibiarkan pasti akan berkurang (bahkan habis dimakan)

Kesembilan, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab ilmu menerangi hati, sedangkan harta bisa merusak hati (karena menyebabkan sifat kikir, takabur, dll).

Kesepuluh, ilmu lebih istimewa dari harta. Sebab orang berilmu bersifat lemah lembut dan selalu taat kepada Allah, sedang orang berharta seringkali bersifat takabur dan ingkar kepada Allah.”

Sepuluh orang khawarij yang bertanya itu justru kemudian ditantang oleh Ali bin Abi Thalib, “Seandainya seluruh kaum kalian datang dan mengajukan pertanyaan yang sama tentang istimewa mana ilmu dibanding harta, tentu aku akan menjawab seluruhnya dengan alasan yang berbeda selagi aku masih hidup.” Akhirnya orang-orang khawarij itu mengakui ketinggian ilmu Ali bin Abi Thalib.

Read More..